“Dunia ini bagaikan buku raksasa. Dan mereka yang tidak melakukan perjalanan, hanya membaca satu halaman saja” -St. Agustine
Ketika pertama kali membaca quote ini apa yang terlintas di fikiran bunda? merasa tertantang? ngga percaya atau malah nyesek. Kalau saya sih sebagai ibunya anak-anak lebih kepada nyesek pakai tarik nafas rasa panjang, huff...
Kenapa harus memikirkan anak-anak? ya karena semasa saya remaja hingga dewasa saya sering jalan-jalan. Bahkan ketika libur sekolah jarang sekali saya ada di rumah. Kebanyakan masa libur saya habiskan dengan kegiatan camping bersama teman-teman. Seru sekali karena disamping nambah teman juga nambah pengetahuan tentang ciri satu daerah tersebut.
Saya dan team sering menuju ke tempat yang jarang di datangi orang lain. Semacam tempat wisata yang belum terjamah. Aliran sungai yang bersih, hutan yang rimbun dan tentu saja kegelapan serta kesunyian yang menyayat kala malam.
Setelah menjadi ibu saya selalu ingin mengajak anak-anak berlibur ke tempat wisata yang niche untuk mereka. Tidak perlu jauh-jauh karena bukan perjalannya yang utama namun kebersamaanlah yang menjadi prioritas. Mengingat kesibukan ayahnya yang padat maka liburan menjadi moment yang ditunggu. Keluarga kami tidak selalu memanfaatkan tanggal merah untuk berlibur. Sering perjalanan liburan kami lakukan saat waktu kerja. Yah, ini karena ayah Azam tidak mau pergi saat tanggal merah, alasannya cuma satu MACET.
Walaupun begitu tidak berarti kami jadi bete, justru jalan-jalan yang dilakukan saat hari kerja memiliki sensasi tersendiri. Jalanan tidak begitu ramai, hotel juga masih banyak kosong dan tentu saja tempat wisata sepi pengunjung. Jadi ketika mengunjungi tempat wisata tersebut, para pedagang sumringah menyambut. Berharap dagangannya dibeli.
Salah satu perjalanan wisata yang kami lakukan saat hari kerja adalah liburan ke Parapat, Sumatera Utara. Liburan ini sepaket dengan mudiknya kami mengunjungi orang tua. Ya, nenek Azam memang tinggal di Medan. Dan siapapun tahu kalau Medan, Sumatera Utara itu memiliki destinasi wisata yang sayang untuk dilewatkan. Jadi ibarat sambil menyelam minum air, mudik sembari mengunjungi tempat wisata.
Perjalanan ke Parapat sebenarnya jauh dari rumah nenek, hampir setengah hari. Tapi kami menyiasatinya dengan menginap satu malam di rumah kakak sepupu ibu di Kab. Sidamanik, Pematang Siantar. Dari sini menuju parapat tidak lama lebih kurang satu jam saja. Jadi bisa lebih menghemat waktu.
Sampai di rumah kakak sepupu kami langsung menuju perkebunan teh yang terhampar sejauh mata memandang. Ya, daerah tempat tinggalnya memang di kawasan kebun teh milik pemerintah. Dan selain kebun teh ternyata ada air terjun Bah Beak yang sedang hits disana. Moment ini tidak kami sia-siakan. Meskipun sudah berpenat lelah selama hampir 5 jam dalam mobil tapi keinginan untuk melihat air terjun tak dapat di bendung.
Azam lagi-lagi yang paling tidak sabaran, ia sangat exited mengikuti semua agenda. Apalagi perjalanan kali ini bersama dengan kakak sepupunya (keponakan ibu) Dini yang sudah lama tidak bertemu. Mereka seperti sepasang kakak adik yang saling menjaga. Turun bukit melalui tangga darurat yang dibuat sepanjang jalan menuju air terjun. Sesampainya di sana tidak kak Dini mandi air terjun bersama ibunya, kakek, dan om Bayu.
Azamnya ikut mandi? tidak. Dia hanya asik main air dari aliran air terjun. Takut lihat air terjun jatuh mengguyur dengan derasnya. Sepulang dari air terjun Bah Beak semuanya terkapar kelelahan. Bagaimana tidak, pendakian anak tangga yang tinggi cukup bikin naik betis. Ibu saja sampai mau pingsan rasanya. Tapi tetap senang, karena ini perjalanan yang seru bersama keluarga di Medan.
Post Comment
Posting Komentar